![]() |
Sumber Gambar : Health Detik |
Sempat seorang sahabat bertanya kepada saya, apa yang harus dilakukannya saat dokter memberikan resep antibiotik kepada anaknya yang sedang mengalami radang? Apa antibiotik tetap diberikan saja sesuai anjuran dokter atau harus minta cek lab dulu guna memastikan antibiotik apa yang tepat digunakan?
Kalau saya pribadi sebenarnya memang setuju bahwa pemakaian antibiotik sebaiknya harus sesuai indikasi yang biasanya bisa didukung dengan hasil cek lab. Namun, saya sendiri tidak terlalu saklek dengan hal tersebut. Saya yakin pasti ada alasan mendasar lainnya dimana dokter lebih tau kenapa harus meresepkan antibiotik kepada pasiennya. Seperti halnya ketika seorang pasien akan mengalami operasi terterntu biasanya memang dokter akan memberikan antibiotik dengan alasan karena pasien rentan terpapar bakteri selama proses operasi dilakukan.
Begitu juga pada ibu yang akan melahirkan dan sudah mengalami pecah ketuban agak lama (kalau tidak salah jika jarak antara pecah ketuban dengan waktu melahirkan lebih dari 12 jam), maka dokter juga akan memberikan antibiotik kepada ibu hamil. Pernah sekali saya mencoba menanyakan alasannya kepada perawat yang membantu dokter menangani saya menjelang kelahiran alasannya karena saat ketuban pecah dikuatirkan ada celah bakteri untuk bisa masuk kedalam ketuban, sehingga di kuatirkan akan dapat menyebabkan infeksi. Kebetulan saat itu dokter kandungan belum datang.
Lalu bagaimana dengan radang tenggorokkan?
Mengapa saat radang pun dokter tetap memberikan antibiotik meskipun tanpa melakukan tes darah?
Kalau saya dulu berpendapat bahwa ketika radang maka terjadi luka di tenggorokan, dimana hal tersebut bisa memicu tumbuhnya bakteri semakin banyak, sehingga akan semakin memperlama proses penyembuhan.
Jadi dari penjelasan sahabat saya tersebut, saya pribadi tidak akan ngeyel menolak peresepan antibiotik jika memang dirasa perlu. Sebenarnya jika kita ragu tidak ada salahnya kita bertanya atau sharing dengan dokter yang memeriksa dan memberi diagnosa.
Saya sendiri pernah sesekali bertanya kepada dokter yang meresepkan antibiotik kepada anak-anak saya, biasanya karena kelas antibiotiknya yang terlalu tinggi menurut saya. Padahal menurut saya ada banyak antibiotik yang cukup ringan sudah bisa digunakan. Namun, saya juga tidak mau ujug-ujug protes tidak setuju, karena saya belum tahu alasan sang dokter meresepkan antibiotik tersebut. Benar saja, saat saya menanyakan alasannya biasanya sang dokter memang mempunyai alasan tertentu.
Lalu bagaimana sebagai orang awam kita akan tahu alasan dokter tersebut masuk akal atau tidak? Mungkin salah satunya bisa menggunakan feeling ya, dengan memilih dokter yang sering meresepkan obat secara rasional atau sering dikenal dengan RUM (Rational Use of Medicines).
Sebenarnya ada banyak patokan bahwa seorang dokter meresepkan obat secara rasional, namun sebagai orang awam mungkin kalau saya pribadi patokan salah satunya jika dokter tersebut tidak ujug-ujug sering meresepkan antibiotik di awal. Saat kita membawa anak periksa ke dokter karena keluhannya, justru menurut saya masuk akal saja jika si anak tidak langsung sembuh seketika hari itu juga, karena menurut saya pengobatan juga membutuhkan proses yang tidak instan.
Seperti halnya dokter anak kami, biasanya dipemeriksaan pertama beliau tidak langsung memberi antibiotik. Jika selama rentang 3 hari tidak ada perubahan, maka kami disarankan untuk kontrol kembali, tujuannya selain melihat perkembangan pengobatannya, juga untuk melihat apakah perlu mengganti atau menambahkan obat lain. Dan jika memang dirasa perlu dilakukan cek lab, maka dokter anak kami akan menyarankan untuk dilakukan cek lab, dengan tujuannya untuk mendukung diagnosa selanjutnya agar lebih tepat menurut saya.
Begitu juga dengan kondisi radang tenggorokkan, jika dirasa masih belum terlalu parah maka biasanya dokter anak kami tidak meresepkan antibiotik melainkan justru memberikan imuno booster atau vitamin, dengan harapan bisa membantu meningkatkan imun sehingga bisa memperkuat pertahanan tubuh anak. Sebaliknya jika dirasa radang tenggorokkan dan keluhan penyerta lainnya terlalu parah atau dianggap terlalu mengganggu maka dokter akan memberikan resep antibiotik.
Disclaimer : Artikel ini ditulis berdasarkan pengalaman dan sudut pandang penulis. Demi keamanan maka pemakaian antibiotik tetap harus sesuai resep dokter. Jika ada keraguan terhadap peresepan atau pemakaian antibiotik tersebut maka tidak ada salahnya untuk mengkonsultasikan kembali dengan dokter yang meresepkan atau farmasis (apoteker) yang menerima resep dokter selaku garda utama yang memiliki kewajiban menjamin keselamatan pasien dalam menerima obat.