![]() |
Bagaimana Menyikapi Perbedaan Pendapat Dengan Pasangan Setelah Menikah? |
Beberapa waktu lalu, seorang sahabat tiba-tiba bertanya kepada saya melalui chat Apakah saya dan suami memiliki beda “paham”? Paham disini mungkin maksudnya dalam hal beda pendapat. Sehingga menurut saya jika dalam keluarga saya, hal ini bisa mempengaruhi keberlangsungan visi misi keluarga kami.
Jawabannya sebenarnya bisa iya bisa tidak. Tidak jarang kami sering berdebat hanya karena beda pendapat karena pemahaman yang berbeda dalam menanggapi suatu kejadian sepele sampai hal-hal lainnya. Tapi justru dari sanalah akhirnya kami belajar untuk selalu kompak dalam mengambil suatu keputusan.
Ehm … sebenarnya kalau untuk urusan menentukan sekolah saya agak bingung juga menjelaskan. Saya sendiri penentuan sekolah anak ini sudah beberapa kali belajar dengan sahabat saya Mbak Enji (Udah ah disini saya panggil embak aja, capek manggil Mama Enji mulu … hehehe, abis kerasa lebih akrab kalau saya manggilnya Mbak Enji).
Tapi manusiawi terkadang perasaan anggapan bahwa pendapat kami masing-masing benar itu muncul. Tapi suami dan saya selalu belajar untuk memahami, sebatas mana kami bisa “memaksakan” pendapat kami. Jadi kami sudah paham harus sejauh mana kami eyel-eyelan (berdebat).
Kalau sudah begitu biasanya ya kami endapkan dulu diskusi kami, biar nggak memanas. Lalu kami mencoba merenungi dan mengoreksi pendapat kami masing-masing di lain waktu. Kemudian mencari pendapat yang benar dari luar, tanpa memaksa mencari “pembenaran”.
Biasanya kami juga melibatkan orang tua untuk meminta pendapat, dan nggak jarang juga orang tua kami merasa nggak sepaham dengan salah satu dari kami tentang suatu hal. Kalau sudah gitu ya dikoreksi lagi.
Terus, gimana dong biar bisa sepaham?
Ya, kurang lebihnya kayak yang saya ceritakan diatas, mungkin kalau dijelaskan secara teori agak susah yah bayanginnya. Teori dan praktek biasanya emang beda sih ya. Jadi kalau ditanya gimana dong biar sepaham ama pasangan kita nanti? Ya jawabannya sekarang nikah dulu aja. Nggak perlu berandai-andai nanti kalau nggak sepaham sama pasangan gimana? Kalau nggak sependapat ama pasangan gimana? Kalau yang dipikirin itu terus nanti bisa-bisa malah nggak nikah-nikah. Coba deh baca buku antologi berwarna pink dengan judul “Ya Allah Izinkan Kami Menikah!” #Buku Keren Yang Kekinian. Yah, ngiklan deh … 😅😂
![]() |
Iya Buku Yang Pink Itu 😍😎 |
Intinya sekarang kalau sudah ada calonnya ya yuk langsung menikah, jangan kelamaan nunggu ini itu, keburu disabet orang calonnya. Nanti lainnya sambil jalan sembari learning by doing. Jangan mikir yang nggak-nggak dulu.
Yang penting kalau saya sih dulu kriteria calon suami saya mendapat restu dari keluarga, karena buat saya menikah itu bukan tentang cinta aku dan kamu saja. Menikah itu tentang menyatukan dua keluarga yang mungkin adakalanya pasti punya perbedaan cara pandang.
Terus habis menikah bukan berarti ya sudah selesai urusan. Sampai sekarang sih dengan menikah, kami masih terus belajar melangkah untuk membawa keluarga kecil kami selangkah lebih hebat dari kemarin. Iya cuma selangkah dari kemarin tapi nanti kalau sudah sebulan, dua bulan, setahun, sepuluh tahun kan kalau di total sudah jadi berlangkah-langkah hebat.
Urusan beda pendapat, eyel-eyelan, sudah jadi makanan sehari-hari. Tinggal bagaimana kami menanggapinya bersama nantinya.
1 comment
Tfs mbaaak
Reminder banget buat saya