![]() |
Ini Salah Satu Bab di Buku Berjudul “Susahnya Jadi Ibu,” yang Membuat Bisa Sedikit ada Gambaran Bagaimana Perjuangan Seorang Ibu dalam Mengambil Keputusan Melahirkan Secara Normal atau Sesar |
Konon posisi itu bisa membantu posisi bayi yang sungsang muter jadi pewe karena bantuan gaya gravitasi. Tapi saya sendiri sempat mikir juga sih ya, itu kalau bayinya satu, lah kalau dua jangan-jangan satunya yang sudah pewe malah ikut muter-muter juga 🤦
Ah kalau gitu ya sudah cuma bisa pasrah saja, yang penting kan sudah usaha. Saking usahanya ini kadang sampai diketawain anak-anak sama suami … Wkwkwk …
Oh iya soal proses bersalin bisa normal atau nggak tadi, beruntungnya lagi dokter kandungan saya termasuk tipe yang masih mau mempertimbangkan banyak peluang tadi.
Belum lagi, minggu lalu ada episode tau-tau tensi naik di atas normal, padahal selama ini saya termasuk yang punya tekanan darah rendah.
Tambahan lainnya juga, lah kok ya bbj janin-janinnya pas di usg itu termasuk yang over. Masak usia kandungan 33-34 minggu sudah sekitar 2800 gram sama 2500 gram. Padahal normalnya kan maksimal 2000 gram untuk usia kandungan 33-34 minggu.
Ini juga yang jadi pertimbangan dokter kira-kira kapan batas maksimal aman si janin-janin ini aman untuk dilahirkan.
So far dokter cuma kasih batas waktu, kira kalau sampai tanggal sekian sampai sekian belum ada tanda-tanda lahir, opsi terbaiknya sementara memang harus sesar. Duh pasrah wes pasrah, sambil cengengesan saja. Ya gimana masak mau sambil merengut. Lah daripada nanti dipikir terlalu jauh malah bikin tensi naik kan bahaya 🤦🤦
Iya saya jadi ingat, dulu awal-awal hamil sering berdoa maunya bisa lahiran lewat jalan normal saja, biar abis lahiran bisa ucul ngejar kakak-kakaknya, tapi kemudian gara-gara episode kontraksi dini, saya jadi merenung selama saya opname, “Jangan-jangan kalau saya ngeyel lahiran normal, cuman ada jalan bayinya harus lahir premature.” Asli saya ngeri waktu itu nggak bisa bayangin, mengingat kerempongan ibu saya yang saat hamil adik memang dalam keadaan yang bisa dibilang minim kemungkinan untuk bisa melahirkan normal. Dokter sudah kasih wacana dengan kondisi ibu sepertinya memang harus sesar. Faktanya ibu memang bisa tetap melahirkan normal, tapi di usia kehamilan 7 bulan, dan menurut saya yang melihat episode ibu dengan bayi prematurnya itu sangat berat jenderal 😢.
Saya lihat bagaimana ibu harus riwa-riwi ke rs setiap hari demi mengirim ASI untuk adik, belum lagi, bagaimana beliau berusaha agar stok ASI nya melimpah. Belum lagi pas tepat usia sekitar 40 hari adik didiagnosa kena hernia, jadi lagi-lagi adik awalnya sudah pulang ke rumah, harus di rujuk ke RS lagi, karena harus segera menjalani prosedur operasi hernia. Duh nggak bisa bayangin betapa stresnya beliau menghadapi hari-hari tersebut.
Setelah merenung gitu saya jadinya ngobrol sama suami, “Ini jangan-jangan (kontraksi dini) gara-gara saya salah berdoa nih.” Jadi sejak itu doanya saya ganti. Saya selalu minta, diberi kekuatan dan kemudahan dalam menjalani kehamilan ini juga apapun nanti proses melahirkannya saya pasrah dengan jalan yang terbaik dari yang paling baik yang dipilihkan Allah untuk kami sekeluarga. Doa saya selalu agar saya dan bayi-bayi saya dalam keadaan sehat wal’afiat selamat dilahirkan ke dunia ini tanpa kekurangan suatu apapun. Berdoa juga agar saya melahirkan di waktu dan usia kandungan yang tepat. Doa lainnya agar suami dan anak-anak kami (si kakak juga selalu diberi kesehatan). Amin.
Lho nggak jadi nih planning target punya anak 11??? Kalau kata suami, apa dulu nih motivasinya punya anak 11??? 😂😅
So far iya dulu suami dan saya sempat punya cita-cita pengin punya banyak anak, nggak usah dibatas-batasin mengingat dulu perjuangan untuk bisa hamil pertama saja sesuatu. Tapi seiring waktu, mengingat pengalaman selama hamil ini, kok saya jadi melow lihat si kakak-kakaknya. Terutama si kakak besar yang harus berulang kali bolos sekolah, karena kondisi saya yang belum bisa antar jemput sekolah, plus suami satu-satunya yang bisa diandalkan antar jemput sekolah kakak tiba-tiba ada kerjaan yang belum bisa ditinggalkan.
Hal lainnya juga, sejak beberapa keluhan bawaan selama kehamilan ini, saya jadi nggak bisa aktif ke mana-mana otomatis aktivitas kakak juga banyak yang terhambat, misalnya kursus renangnya. Ya gimana, 1x trial diantar ayahnya, si kakak besar komplain, malu dan takut kalau harus ganti baju di toilet cowok. Jadi dia maunya saya tetap ikut antar kalau kursus renang, biar kalau ganti baju dan bilas bisa di toilet cewek saja.
Untuk urusan mall, jangan nanya juga … Soalnya dokter sudah wanti-wanti agar kehamilan yang ini bisa dipertahankan sampai usia 37 minggu. Otomatis ya belum berani nge-mall dah, meski si kakak-kakaknya sering nanya, “Mah kapan sih kita ngemall???”
Duh sabar ya kakkkkk … Terus bersyukur banget rasanya pas tahu mereka tetap berusaha memahami kondisi saya yang belum boleh terlalu banyak pencilakan dan pecicilan. Ini juga sebenarnya alasan suami dan saya sepakat untuk KB saja dulu, karena kami juga harus belajar respek dengan kebutuhan anak-anak di masa-masa usia pertumbuhannya, dan apapun pilhan KB nya itu, nanti disesuaikan dengan proses persalinan yang akan saya tempuh.
Jadi so far saya sebenarnya saya juga belum tahu bisa lahiran normal per-vag atau harus sesar … Jadi apapun itu yang penting suami dan saya sudah berusaha melakukan ikhtiar yang menurut kami sudah maksimal mentok jedok. Tentunya selain berdoa minta diberikan yang terbaik tadi, salah satunya juga dengan mencari dokter yang paling oke menurut kami. Bahkan milih dokter ini juga nggak lepas dari komat kamit berdoa lho, semoga dokter yang kami pilih adalah dokter yang terbaik.
So far menurut kami ini memang dokter yang terbaik, mengingat sejak awal beliau mau memberi kami nomer wa dan mengijinkan kami boleh menghubungi kalau sewaktu-waktu ada apa-apa. Menurut kami ketemu dokter gini rejeki banget, soalnya sepupu cerita, bahkan dia nggak dikasih nomer wa dokternya, katanya kalau ada apa-apa disuruh menghubungi perawatnya dokter saja.
Sejujurnya minggu-minggu ini adalah hari ternderedeg saya menghitung hari demi hari, minggu demi minggu menyambut si hpl. Meski beberapa mengatakan hpl saya masih termasuk lama, tapi dokter sudah wanti-wanti agar saya waspada kalau-kalau ada tanda-tanda mengarah mau dadakan lahiran. Soalnya kebetulan BBJ bayi-bayi saya kok ya termasuk gede, jadi dikuatirkan kontraksi bisa datang lebih awal. Nah jadi kalau semua pada nanya, “Jadinya mau lahiran normal atau sesar? Apa sudah dijadwalkan apa belum, dsb?” Boro-boro mikir ke sana ya, yang ada sekarang kami fokus mempertahankan agar bayi-bayinya jangan lahir dulu sebelum usia 37 minggu 🙈😰🤦
Kalau dulu ngeyel keliling mall, ikut senam ini itu, banyak aktivitas dsb dengan tujuan biar lahiran bisa normal dsb, sekarang yang ada lebih banyak anteng selonjoran di rumah saja, daripada malah mbrojol sebelum waktunya kan malah susah 😨😵